Lompat ke isi utama

Berita

FENOMENA PEMUNGUTAN SUARA ULANG

Pemilihan umum atau pemilu serentak 2019 yang menjadi ajang kontestasi besar 5 (lima) tahunan untuk memilih pemimpin baik eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) atau legislatif baik DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan DPD telah melewati masa krusial dalam tahapan pemilu yaitu pemungutan dan penghitungan suara pada tanggal 17 April 2019. Untuk pertama kalinya dalam sejarah demokrasi Indonesia pemilu  dilakukan secara serentak dan bersamaan, tidak seperti pemilu sebelumnya yang dilakukan terpisah untuk memilih anggota legislatif dan presiden beserta wakil presiden. Dalam pemungutan suara tentu tidak semua warga negara Indonesia bisa menyalurkan hak pilihnya karena ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi.

Pasal 198 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum memuat ketentuan:

  • Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih.
  • Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar pemilih.
  • Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak pilih.

Selanjutnya pasal 348 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan:

  • Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi:
  1. pemilik kartu tanda penduduk eloktronik yang terdaftar pada daftar pemilih tetap di TPS yang bersangkutan;
  2. pemilik kartu tanda penduduk eloktronik yang terdaftar pada daftar pemilih tambahan;
  3. pemilik kartu tanda penduduk eloktronik yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan;dan
  4. penduduk yang telah memiliki hak pilih.

Jika kita amati ketentuan di atas dapat disimpulkan orang yang berhak memilih di Tempat Pemungutn Suara (TPS) harus sudah berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin atau sudah pernah kawin dan telah terdaftar sebagai pemilih.

Secara umum pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara pada 17 April 2019 yang lalu khususnya di Jawa Tengah berjalan lancar, namun ada fenomena menarik yang terjadi pada pemilu kali ini yaitu cukup banyk adanya rekomendasi dari Bawaslu Kabupaten/Kota kepada KPU Kabupaten/Kota untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa TPS yang ada di Kabupaten/Kota.

Tercatat sampai saat ini ada 14 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang akan melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah TPS yang ada di wilayahnya dengan Jumlah keseluruhan mencapai 27 TPS. TPS di Kota Semarang tercatat sebagai jumlah tertinggi yang melakukan Pemungutan Suara Ulang sebanyak 5 TPS. Adapun Kabupaten/Kota  di Jawa Tengah yang akan melakukan Pemungutan Suara Ulang adalah Kabupaten Tegal (2 TPS), Kabupaten Boyolali     (2 TPS), Kabupaten Brebes (3 TPS), Kabupaten Jepara (1 TPS), Kabupaten Kendal (1 TPS), Kabupaten Magelang (2 TPS), Kota Semarang (5 TPS), Kota Magelang    (1 TPS), Kabupaten Pemalang (3 TPS), Kabupaten Purbalingga (1 TPS), Kabupaten Blora (1 TPS), Kota Salatiga (1 TPS), Kabupaten Sukoharjo (3 TPS), dan Kabupaten Klaten (1 TPS).

Untuk diketahui Pemungutan Suara Ulang di TPS diadakan paling lama 10 (sepuluh) hari setelah hari pemungutan dan penghitungan suara, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 373 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menyebutkan “Pemungutan Suara Ulang di TPS dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) hari setelah hari pemungutan suara berdasarkan Keputusan KPU Kabupaten/Kota”.

Adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa TPS tentu bukan tanpa sebab. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 telah mengatur beberapa sebab diadakannya Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Pasal 372 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan:

  • Pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Pengawas TPS terbukti terdapat keadaan sebagai berikut:
  1. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. petugas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang sudah digunakan;
  3. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah;dan/atau
  4. pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.

Penyebab diadakannya Pemungutan Suara Ulang di sejumlah TPS di beberapa Kabupaten/Kota karena adanya pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan. Pemilih ini hanya membawa KTP Elektronik namun alamatnya tidak sesuai dengan TPS yang didatangi. Sesuai ketentuan pasal 40 ayat (3) Peraturan KPU No.3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan Dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum apabila  pemilih tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan dapat memberikan suara di TPS sesuai dengan alamat desa/kelurahan, rukun tetangga/rukun warga atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam KTP-el 1 (satu) jam sebelum waktu pemungutan suara di TPS berakhir. Sesuai ketentuan yang berlaku sebenarnya pemilih yang KTP-el nya tidak sesuai alamat TPS dapat menggunakan hak pilihnya dengan mendatangi KPU atau jajarannya di bawah untuk mengurus formulir pindah memilih. Pemilih ini akan mendapat Formulir model-A5 yang isinya menyebut lokasi atau alamat TPS yang menjadi tujuan memilih dan otomatis nama pemilih ini akan dicoret KPU dari daftar pemilih di tempat asal.

Kalau kita amati adanya pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap atau pemilih tambahan dan membawa KTP-el yang tidak sesuai alamat TPS tentu ini karena adanya keteledoran dari petugas KPPS yang bertugas di TPS, disamping Pengawas TPS yang tidak maksimal dalam melakukan pengawasan di TPS yang menjadi wilayah pengawasannya. Seandainya jajaran penyelenggara pemilu baik unsur KPPS dan Pengawas TPS bekerja secara profesional tentu potensi terjadinya Pemungutan Suara Ulang di TPS dapat diantisipasi sejak dini.

Kalau kita lihat lebih jauh lagi di Kabupaten Grobogan dalam pelaksanaan pemungutan suara 17 April 2019 lalu tidak ditemukan beberapa hal atau peristiwa yang menjadi sebab tiimbulnya Pemungutan Suara Ulang. Hal ini dapat dimaklumi mengingat upaya pencegahan dan pengawasan yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Grobogan beserta jajaran sampai Pengawas TPS telah dilakukan secara akurat, maksimal dan menyeluruh. Dalam setiap kesempatan Bawaslu Kabupaten Grobogan selalu mengingatkan baik lesan atau tertulis kepada KPU Kabupaten Grobogan untuk lebih intensif dalam memberikan bimbingan teknis khususnya kepada KPPS yang akan bertugas di TPS untuk bersikap netral, profesional dan penuh tanggung jawab. Bawaslu Kabupaten Grobogan beserta Panwaslu Kecamatan telah sedemikian maksimal dalam memberikan pembekalan dan bimbingan teknis kepada 4629 Pengawas yang akan bertugas di setiap TPS yang ada di wilayah Kabupaten Grobogan, ini semua dilakukan dalam upaya mencegah pelanggaran pemilu khususnya pada saat hari pemungutan dan penghitungan suara yang menjadi tahapan krusial dalam pemilu.

[caption id="attachment_452" align="alignnone" width="225"] (Ryan Puspita; Staf Divisi Pengawasan Bawaslu Kabupaten Grobogan)[/caption] Sumber : http://jateng.bawaslu.go.id/2019/05/28/fenomena-pemungutan-suara-ulang/
Tag
berita